Total Tayangan Halaman

Sabtu, 17 September 2011

lansekap ’Agro Garden’ dalam Perancangan Lansekap

Agro garden merupakan sebuah inovasi yang kontroversial dalam lingkup desain taman. Konsep agro graden menawarkan pemilihan jenis tanaman untuk halaman rumah/gedung berupa tanaman produktif seperti sayur-mayur dan umbi-umbian. Konsep ini mulai marak dengan derasnya isu pemanasan global, dengan semangat untuk mempertinggi efisiensi. Percontohan agro garden yang cukup memukau dilakukan Michelle Obama (Istri Presiden Amerika Serikat Barrack Obama) yang merehabilitasi taman di gedung putih dari tanaman hias menjadi tanaman produktif.



Memang tidak semua orang akan setuju dengan konsep agro garden, karena tanaman hiasan halaman tidak akan permanen dan selalu berganti ditanami kembali sesuai dengan musim dewasanya tanaman produktif. Akan terjadi perubahan nuansa taman dari saat dipersiapkan lahan, saat benih disemai menuju tanaman muda menjadi dewasa dan dipanen, lalu kembali lagi dengan nuansa persiapan lahan tanam. Perawatan tanaman ini lebih tinggi dari tanaman hias yang murah, namun hasilnya tentu seimbang mengganti biaya perawatan. Terlebih lagi kebiasaan memilih tanaman hias dengan nilai estetika sebagai ’hiasan’ sulit diubah dengan paradigma bahwa tanaman sayur, umbi dan buah-pun juga memiliki nilai estetika.

Berencana membuat agro garden harus dibekali dengan pengetahuan pertanian dari tanaman sayur, buah dan umbi yang akan dipilih. Tanpa pengetahuan ini agro garden akan rusak, tidak produktif dan bahkan mudah terserang hama. Pengetahuan pertanian tersebut berkenaan dengan waktu tanam benih, perawatan dan penyiraman, antisipasi hama, pemanenan dan kegiatan pasca panen. Bisa saja perawatan ini diserahkan pada tukang kebun yang sudah memiliki dasar pengetahuan bertani, atau dikelola sendiri dengan tambahan ilmu bertani/berkebun.

Di beberapa daerah yang kurang memiliki lahan luas sudah dilakukan penanaman tamanaman produktif di atas pot bunga, namun hal ini sebaiknya tidak dilakukan. Sesempit-sempitnya lahan selayaknya tanaman ditanam di atas tanah agar peresapaan air ke bumi berjalan lancar. Di lahan sempit sebaiknya bangunan lebih mengalah, jikalau perlu kolong bawah bangunan yang dikorbankan untuk tanaman, sedangkan ruang efektif untuk kegiatan manusia berada di atasnya. Menanam tanaman di dalam pot lebih membutuhkan biaya dan perawatan yang tinggi dan tentunya bertentangan dengan konsep pengantisipasi pemanasan global.

Banyak yang salah kaprah menterjemahkan penanganan pemanasan global ini dengan memperbanyak tanaman sehingga dibuatlah ruang terbuka hijau di atas bangunan pada pelat-pelat beton. Justru hal ini semakin mempertinggi biaya yang kemudian merugikan sistem perhitungan konservasi lingkungan hidup. Pembuatan pelat beton membutuhkan biaya yang tinggi dibanding atap genteng, menaikkan tanaman ke atas atap juga membutuhkan biaya yang tinggi pula, belum lagi perawatan dan pengairan yang jauh di atas tanah juga membutuhkan biaya dan energi yang cukup besar.

Rangka Atap dengan Konstruksi Papan Paku

struktur dan konstruksi


Rangka atap dengan konstruksi papan paku merupakan alternatif dari konstruksi rangka kayu untuk atap yang biasa menggunakan balok kayu besar berukuran 6/12 (berpenampang 6 cm X 12 cm). Rangka kayu dengan balok 6/12 tersebut memiliki sitem rangka bidang, sedangkan konstruksi rangka atap papan paku memiliki sistem rangka ruang. Penggunaan rangka atap konstruksi papan paku memiliki kelebihan dalam efisiensi biaya serta beban struktur sendiri yang lebih ringan dibanding konstruksi rangka bidang.



Konstruksi rangka kayu dengan balok 6/12 harus diletakkan setiap jarak 3,5 m, mendukug jajaran gording berukuran 6/12 pula yang berjarak setiap 1,5 m. Gording ini harus menyangga usuk kayu 5/7 yang berjarak setiap 0,5 m, di bagian atasnya disangga reng kayu 3/5 yang berjarak setiap 33 cm atau 28 cm. Di sisi lain, konstruksi rangka atap papan paku berukuran 2/20 diletakkan dalam jarak bentang setiap 60 cm dan langsung berhubungan dengan kayu reng 3/5 yang berjarak setiap 33 cm atau 28 cm.

Satu bagian konstruksi atap rangka bidang dengan sudut kemiringan 35 derajat yang berjarak 3,5 m dengan bentang 4 meter membutuhkan kayu 6/12 sepanjang 24 m untuk kuda-kuda, untuk gording dibutuhkan kayu 6/12 sepanjang 21 m, untuk usuk 5/7 sepanjang 54 m. Total volume kayu yang dibutuhkan sebanyak 0,513 m3. Di sisi lain, kuda-kuda papan paku dengan lebar dan bentang yang sama hanya membutuhkan papan 2/20 sepanjang 112 m, di mana perhitungan volume totalnya adalah 0,448 m3.

Pencahayaan dalam Arsitektur

Dalam perancangan arsitektur ada dua tipe pencahayaan, pertama adalah pencahayaan alami dengan sumber sinar matahari dan kedua adalah pencahayaan buatan dengan sumber lampu penerangan. Pencahayaan alami lebih optimal dibutuhkan pada siang hari, terutama pada bagian luar bangunan. Sedangkan pencahayaan buatan lebih optimal dibutuhkan pada malam hari serta di bagian dalam ruang yang tidak/kurang terbias sinar matahari. Mengelola pencahayaan alami memerlukan berbagai elemen arsitektur agar dapat secara optimal memanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan bangunan.

Bukaan bangunan berupa jendela, boven, karawang dan bahan kaca perlu diatur sedmikian rupa agar ruang dapat terterangi sesuai dengan fungsinya. Ruang yang terlalu terang tersinari matahari tentu tidak akan nyaman digunakan, yang terlalu gelap-pun juga tidak akan efektif digunakan. Mengatur segala bukaan bangunan agar dapat merespon sinar matahari juga membutuhkan pertimbangan akan dampak panas matahari yang berbeda di saat pagi dan sore. Perbedaan ini juga terjadi karena persilangan perjalanan matahari melintasi kathulistiwa di sisi Utara dan Selatan.



Untuk mengantisipasi kelembaban yang terjadi di dalam ruang memang sinar matahari langsung sangat dibutuhkan. Tetapi untuk penerangan yang dibutuhkan hanya bias dari sinar matahari tersebut. Jika sebuah ruang yang dirancanakan mengahadap arah datangnya sinar matahari, perlu dipastikan bahwa sinar matahari langsung tidak akan mengganggu danm menerpa bagian ruang utnuk melakukan aktifitas utama. Pengaturna ini membutuhkan ilmu yang berkaitan dengan sudut datangnya sinar matahari di saat pagi sampai sore dan perubahan tahunannya dari arah Utara ke Selatan. Mengantisipasi kuatnya sinar matahari langsung dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti memperlebar teritis atap, menggunakan secondary wall, menggunakan sun screen, dengan gordyn, louvre dan lain-lain. Semua cara ini perlu dipertimbangkan ketepatan penggunaanya serta perpaduan dengan bentuk dan nuansa arsitektur yang dirancang. Rancangan bagunan dengan tema tropis tentu akan lebih baik jika menggunakan perpanjangan teritis atap atau teritis konsol. Sedangkan yang bertema modern dapat menggunakan sunscreen, louvre dan lain-lain.

Dalam penggunaan lampu penerangan untuk pencahayaan buatan, pada umumnya ada dua sistem. Pertama adalah pencahayaan umum (general lighting) dan pencahayaan setempat (spot lighting). Pemilihan jenis pencahayaan ini disesuaikan dengan guna aktifitas yang terjadi pada bangunan. Sebuah desain dapat sepenuhnya menggunakan pencahayaan umum, dapat pula sepenenuhnya menggunakan pencahayaan setempat dan dapat juga memadukan dua jenis pencahayaan tersebut. Kolaborasi dan elaborasi yang estetis dalam mengunakan dua tipe cahaya ini sangat dibutuhkan untuk mendramatisasi nuansa ruang. Pencahayaan lampu terbaik adalah jika sumber cahaya tidak langsung mengenai pengunjung hingga menyebabkan silau. Yang dibutuhkan dalam penerangan adalah efek dari cahaya ketika menerangi ruang. Beberapa desain justru menyembunyikan sumber cahaya lampu dan menuai efek pantulannya melalui dinding. Beberapa desain juga justru mengarahkan lampu melawan arah yang diterangi untuk kemudian diberi elemen arsitektur di depannya yang mampu memantulkan cahaya secara lembut hingga dapat menerangi ruang.

Mengatur Penghawaan Alami untuk Arsitektur

Lancarnya aliran udara di dalam bangunan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung kenyamanan penggunaan. Oleh karena itulah peralatan listrik untuk mendukung penghawaan buatan diproduksi dan dikembangkan dengan perbaikan teknologi yang mutakhir. Peralatan listrik yang disebut ’air conditioner’ atau AC tersebut demikian tinggi fluktuasi inovasi teknologinya mulai dari sistem sampai dengan pengecilan daya yang ditawarkan. Di sisi lain, bangunan ramah lingkungan yang tidak menggunakan penghawaan buatan juga perlu pula untuk dipelajari dan dikembangkan teknologinya. Penggunaan penghawaan alami yang baik menjamin efisiensi biaya operasional bangunan serta mempertinggi naturalitas yang berpengaruh pada kualitas arsitektural.



Pada dasarnya penghawaan alami di dalam bangunan merupakan jaminan akan adanya aliran udara yang baik dan sehat dengan kesejukan yang sewajarnya. Untuk mendapatkan penghawaan yang baik perlu dirancang bentuk, elemen dan detail arsitektur yang bertujuan mengoptimalkan aliran udara sejuk. Pertimbangan utama dalam perancangan optimalisasi penghawaan alami adalah dengan menganalisis datangnya arah angin.

Secara umum angin memiliki arah yang dipengaruhi iklim makro. Sebagai contoh di wilayah Indonesia angin dalam iklim makro megalir dari arah Tenggara ke Barat Daya. Namun demikian iklim mikro yang dipengaruhi cuaca dan bentuk-bentuk di sekitar bangunan akan lebih mempengaruhi aliran angin tersebut. Ada teori penataan masa bangunan yang di buat berselang-seling hingga aliran angin dapat lebih lancar tanpa tertutupi salah satu bangunan. Bentuk lain dari pengelolaan lingkungan sekitar bangunan adalah rancangan tangkapan angin dengan masa bangunan yang menyudut hingga mengarahkan angin lebih keras.

Untuk penataan ruang dalam bangunan juga dapat diatur hingga ada aliran angin dari lokasi ruang yang dingin menuju ke lokasi ruang lain yang panas. Hal ini perlu dipahami dengan ilmu fisika yang menetapkan bahwa udara akan mengalir dari tempat bertekanan rendah pada suhu yang dingin menuju tempat bertekanan tinggi pada suhu yang panas. Jika dalam satu bangunan terdapat ruang panas dibagian atap, sedang ruang dingin di bagian bawah yang terteduhi pohon atau terdinginkan dengan kolam, maka perlu diatur ruang-ruang diantaranya sehingga menjadi penghubung dua lokasi ruang yang berbeda tekanan dan suhu tersebut. Ruang-ruang antara ini seayaknya memiliki bukaan atau dibuat dengan partisi yang tidak memenuhi dinding sehingga dapat mengalirkan angin.

Dalam kasus tertentu arah angin dapat sejajar dengan dinding, oleh karenanya perlu rancangan detail arsitektur agar membentuk bukaan yang mampu menangkap arah angin tersebut. Sirip-sirip yang diletakkan vertikal di samping jendela akan dengan mudah menangkap angin dan mengalirkannya ke dalam ruang hingga tercapai kesejukan. Dalam satu ruang minimal perlu diletakkan dua jendela dalam posisi yang berjauhan agar terjadi ventilasi silang (cross ventilation).

Perlu diwaspadai pula bahwa angin ini terkadang membawa debu. Lingkungan luar yang penuh dengan perkerasan atau terbuka dengan penutup tanah/pasir berpotensi menerbangkan debu hingga terbawa angin masuk ke dalam bangunan. Untuk mengantisipasi selayaknya di sekeliling bangunan banyak ditanam pepohonan dan rumput sebagai filter debu sekaligus pendingin suhu. Rumput dan tanaman perdu yang terkena debu akan bersih ketika terjadi penyiraman pada dedaunan dan membawa kotoran jatuh ke dalam tanah.

SAINS ARSITEKTUR

Guna Resapan Air dan Hubungannya dengan Arsitektur Berkelanjutan

Arsitektur berkelanjutan merupakan sebuah gerakan internasional yang didasari keinginan menyelematkan bumi beserta lingkungan hidupnya. Mendesain dengan motivasi arsitektur berkelanjutan memerlukan banyak pemikiran yang menyangkut pengambilan keputusan secara bijaksana agar dampaknya tidak mencemari bumi dan merusak alam semesta. Memilih bahan kayu dari pohon yang mudah tumbuh kembali dipandang lebih bijaksana dibanding memilih bahan baja yang didapat dengan merobek-robek perut bumi. Memikirkan ketersediaan cadangan air bersih adalah salah satu tujuan dari gerakan ini.

Air bersih adalah air yang secara fisik dan kimia sehat untuk dikonsumsi bagi kehidupa manusia. Air bersih sudah ada sebelum manusia ada dan lebih banyak menghilang ketika manusia menggunakannya. Ketersediaan air bersih secara alami dapat diperoleh dari sumber mata air yang mengalir pada sungai yang belum terpakai untuk kegiatan manusia dan air yang berada di dalam tanah. Air bersih lebih banyak terdapat di negara tropis seperti Indonesia terutama di daerah pegunungan dan pedesaan. Di daerah tepi pantai sulit di dapat air bersih karena lebih dekat dengan laut yang memiliki air asin. Di daerah perkotaan dan industri lingkungan air bersih sudah sulit didapatkan secara alami karena pencemaran darilimbah industri dan rumah tangga.

Di daerah perkotaan, tanah lebih banyak tertutup oleh aspal dan beton sehingga air bersih dari hujan tidak disimpan di dalam tanah tetapi langsung dialirkan ke selokan dan sungai yang sudah kotor. Di daerah perkotaan penyediaan air bersih dari peresapan tanah menjadi minim karena air tawar langsung dialirkan ke sungai menuju laut. Secara umum terjadi sikulus air bersih yang muncul dari sumber mata air di gunung lalu mengalir ke sungai dan menuju laut, baik di sungai dan laut terjadi penguapan karena panas matahari sehingga menyaring air menjadi bersih untuk turun ke bumi menjadi hujan, di permukaan bumi yang berupa tanah air diresap dan diurai oleh bakteri menjadi lebih bersih laluterbawa oleh sungai bawah tanah hingga muncul kembali di sumber air bersih pegunungan.

Memahami fenomena ini selayaknya arsitektur berkelanjutan juga lebih banyak menyediakan pembukaan tanah untuk meresapkan air hujan kedalamnya. Desain bangunan dengan lantai panggung lebih baik daripada desain yang menapak dan menutupi tanah. Membuat penghijauan di bawah kolong bangunan yang langsug berhubungan dengan tanah lebih baik daripada menanamnya di atas pot. Membuat lebih banyak sumur resapan untuk limbah rumah tangga lebih baik karena air kotor yang masuk akan diuraikan oleh bakteri di dalam tanah hingga bersih dan turun menuju kumpulan air tanah.

Selayaknya pula air hujan yang menuju talang juga tidak langsung dibuang ke selokan tapi dicampurkan ke dalam sumur resapan. Tentunya dengan perhitungan volume bahwa sumur resapan tersebut dibuat lebih banyak sehingga tidak cepat penuh. Bangunan tertentu yangmenghasilkan limbah lebih banyak dan sulit diurai perlu menyediakan fasilitas pengolahan limbah hingga menghasilkan air yang sehat. Air inipun selayaknya pula tidak langsung dibuaang ke selokan/sungai, tetapi banyak diresapkan ke dalam tanah dengan pembuatan sumur-sumur resapan. Jika banyak bangunan dapat menjadi perantara bagi penyediaan air bersih di dalam tanah, maka konservasi air bersih hampir pasti bisa dijaga keberlanjutannya. Dengan ketersediaan cadangan air bersih ini, maka manusia semakin yakin bahwa bumi akan selalu dapat terjaga dan tidak semakin rusak.